Minggu, 03 Mei 2009

Manhaj Ijtihad Umum

A. Pengertian Umum

Untuk menyamakan persepsi tentang beberapa istilah teknis yang digunakan dalam kaidah pokok ini perlu dijelaskan pengertian-pengertian umum tentang istilah-istilah sebagai berikut :

Ijtihad : Mencurahkan segenap kemampuan berfikir dalam menggali dan merumuskan ajaran Islam baik bidang hukum, aqidah, filsafat, tasawwuf, maupun disiplin ilmu lainnya berdasarkan wahyu dengan pendekatan tertentu.

Maqashid al-Syari’ah : Tujuan ditetapkan hukum dalam Islam adalah untuk memelihara kemashlahatan manusia sekaligus untuk menghindari mafsadat, yakni memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Tujuan tersebut dicapai melalui penetapan hukum yang pelaksanaannya tergantung pada pemahaman sumber hukum (al-Qur’an dan al-Sunnah).

Ittiba’ : Mengikuti pemikiran ulama dengan mengetahui dalil dan argumentasinya. Taqlid merupakan sikap yang tidak dibenarkan diikuti bagi warga persyarikatan baik ulamanya maupun warga secara keseluruhan.

Talfiq : Menggabungkan beberapa pendapat dalam satu perbuatan syar’i. Talfiq terjadi dalam konteks taqlid dan ittiba’. Muhammadiyah membenarkan talfiq sepanjang telah dikaji lewat proses tarjih.

Tarjih : Secara teknis tarjih adalah proses analisis untuk menetapkan hukum dengan menetapkan dalil yang lebih kuat (rajih), lebih tepat analogi dan lebih kuat maslahatnya. Sedangkan secara institusional majlis tarjih adalah lembaga ijtihad jama’i (organisatoris) di lingkungan Muhammadiyah yang anggotanya terdiri dari orang-orang yang meiliki kompetensi ushuliyah dan ilmiyah dalam bidangnya masing-masing.

Al-Sunnah al-maqbulah : perkataan, perbuatan dan ketetapan dari Nabi saw. Yang menurut hasil analisis memenuhi kreteria shahih dan hasan.

Ta’abbudi : Perbuatan-perbuatan ubudiyah yang harus dilakukan oleh mukallaf sebagai wujud penghambaan kepada Allah swt. tanpa boleh ada penambahan atau pengurangan. Perbuatan ta’abbudi tidak dibenarkan dianalisis secara rasional.

Ta’aqquli : Perbuatan-perbuatan ubudiyah mukallaf yang bersifat ta’aqquli berkembang dan dinamis. Perbuatan ta’aqquli bisa dianalisis secara rasional.

Sumber Hukum : Sumber hukum bagi Muhammadiyah adalah Al-Qur’an dan Al-Sunnah al-maqbulah.

Qath’iyyu al-Wurud : Nash yang memiliki kepastian dalam aspek penerimaannya karena proses penyampaiannya meyakinkan dan tidak mungkin ada keterputusan atau kebohongan dari pada penyampaiannya.

Qath’iyyu al-Dalalah : Nash yang memiliki makna pasti karena dikemukakan dalam bentuk lafadz bermakna tunggal dan tidak dapat ditafsirkan dengan makna lain.

Dhanniyu al-wurud : Nash yang tidak memiliki kepastian dalam aspek penerimaannya, karena poses penyampaiannya kurang menyakinkan dan karena ada kemungkinan keterputusan, kedustaan, kelupaan di antara para penyampainya.

Dhanniyu al-Dalalah : Nash yang memiliki makna tidak pasti karena dikemukakan dalam bentuk lafadz bemakna ganda dan dapat ditafsirkan dengan makna lain.

Tajdid : Pembaharuan yang memiliki dua makna, yakni pemurnian (tajdid salafi) dan pengembangan (tajdid khalafi).

Pemikiran : Hasil rumusan dengan cara mencurahkan segenap kemampuan berfikir terhadap suatu masalah berdasarkan wahyu dengan metode ilmiyah, meliputi bidang teologi, filsafat, tasawwuf, hukum dan disiplin ilmu lainnya.

B. Pengertian Ijtihad

Ijtihad : mencurahkan segenap kemampuan berfikir dalam menggali dan merumuskan syar’i yang bersifat dhanni dengan menggunakan metoda tertetntu yang dilakukan oleh yang berkompeten baik scara metodologis maupun permasalahan.

C. Posisi dan Fungsi Ijtihad

Posisi ijtihad bukan sebagai sumber hukum melainkan sebagai metode penetapan hukum, sedangkan fungsi ijtihad adalah sebagai metode untuk merumuskan ketetapan-ketetapan hukum yang belum terumuskan dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah.

D. Ruang Lingkup Ijtihad

  1. Masalah-masalah yang terdapat dalam dalil-dalil dhanni.

  2. Masalah-masalah yang secara eksplisit tidak terdapat dalam Al-qur’an dan Al-Sunnah.

E. Metode, Pendekatan dan Teknik

1. Metode

  1. Bayani (semantik) yaitu metode yang menggunakan pendekatan kebahasaan

  2. Ta’lili (rasionalistik) yaitu metode penetapan hukum yang menggunakanpendekatan penalaran

  3. Istislahi (filosofis) yaitu metode penetapan hukum yang menggunakan pendekatan kemaslahatan

2. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam menetapkan hukum-hukum ijtihadiah adalah :

  1. Al-Tafsir al-ijtima’i al-ma’asir (hermeneutik)

  2. Al-Tarikhiyyah (historis)

  3. Al-Susiulujiyah (sosiologis)

  4. Al-Antrufulujiyah (antropologis)

3. Teknik

Teknik yang digunakan dalam menetapkan hukum adalah :

  1. Ijmak

  2. Qiyas

  3. Mashalih Mursalah

  4. Urf

F. Ta’arudh Al-Adillah

  1. Ta’arudh Al-Adillah adalah pertentangan beberapa dalil yang masing-masing menunjukkan ketentuan hukum yang berbeda.

  2. Jika terjadi ta’arudh diselesaikan dengan urutan cara-cara sebagai berikut :

    1. Al-Jam’u wa al-taufiq, yakni sikap menerima semua dalil yang walaupun dhairnya ta’arudh. Sedangkan pada dataran pelaksanaan diberi kebebasan untuk memilihnya (tahyir).

    2. Al-Tarjih, yakni memilih dalilyang lebih kuat untuk diamalkan dan meninggalkan dalil yang lebih lemah.

    3. Al-Naskh, yakni mengamalkan dalil yang munculnya lebih akhir.

    4. Al-Tawaqquf, yakni menghentikan penelitian terhadap dalil yang dipakai dengan cara mencari dalil baru.

G. Metode Tarjih terhadap Nas

Pentarjihan terhadap nash dilihat dari beberapa segi :

  1. sanad

    1. kualitas maupun kuantitas rawi

    2. bentuk dan sifat periwayatan

    3. sighat al-tahamul wa al-ada’

  2. Segi matan

    1. matan yang menggunakan sighat nahyu lebih rajih dari sighat amr

    2. matan yang menggunakan sighat khas lebih rajih dari sighat ‘am

  3. Segi Materi hukum

  4. Segi Eksternal

Sabtu, 02 Mei 2009

ULUMUL QUR'AN

1 Pengertian Ulumul Qur'an

Kata Ulumul Qur'an tersusun dari dua kata secara idhofi ( kalimat yang terdiri dari mudhofad mudholifah ) yaitu kata ulum di Idhofahkan pada kata Al-Qur'an. Dari dua unsur kata tersebut akan makna kata Ulumul dan kata Al-Qur'an. Kemudian akan dibahas pula pengertian Ulumul Qur'an dan mengapa menggunakan bentuk jamak Oumul Qur'an.


a. Arti kata Ulum

Kata Ulum secara etimologi adalah jamak dari kata ilmu1. Menurut kata ilmu adalah masdar yang mempunyai arti paham atau makrifat. sebagian pendapat, kata ilmu merupakan isim jinis yang berarti luan. Kemudian kata ilmu mi berkembang dalam berbagai istilah dan li sebagai nama dari pengetahuan tentang Al-Qur'an.

Para Ahli Filsafat, mendefinisikan kata ihnu sebagai suatu gambaran sesuatu yang terdapat dalam akal. Oleh para ahli teologi kata ilmu didefinisikan suatu sifat yang dengan sifat itu orang yang mempunyainya akan jelaslah baginya sesuatu urusan.

Menurut Abu Musa Al-Asy'ari, ilmu itu ialah sifat yang mewajibkan pemiliknya mampu membedakan dengan panca inderanya. Adapun menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab ikhya’ ullumudin, secara umum arti ilmu dalam istilah syarak adalah makrifat Allah, terhadap tanda-tanda kekuasaan-Nya, terhadap perbuatanNya, pada hamba-hamba-Nya dan makhluk-Nya. Di dalam kitab manahilul irfan, Muhammad Abd. ' Adhim mengatakan : ilmu menurut istilah adalah ma'lumat-ma'lumat (hal-hal yang sudah diketahui) yang rumusan dalam satu kesatuan judul atau satu kesatuan tujuan. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan ihnu ialah masalah-masalah yang telah dirumuskan dalam satu disiplin pengetahuan yang terdapat dalam akal pikiran.




b. Arti kata Al-Qur'an

Menurut bahasa kata Al-Qur'an merupakan mashdar yang maknanya dengan kata Qiro'ah ( bacaan ). Dalam definisi Al-Qur'an banyak perbedaan pendapat diantara ulama', Kata Al-Qur'an itu dipindahkan dari masdar dan dijadikan sebagai nama dari kalam Allah yang mu'jiz, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Jadi, kata Al-Qur'an adalah bentuk mengucapkan masdar ( bacaan ) tetapi yang dikehendaki dari kata maful (yang dibaca). Adapun pendapat yang mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah dari kata Qar'u yang artinya kumpul.

Al-Qur'an secara istilah menurut manna' Al-Qathan2 adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan orang yang membaca akan memperoleh pahala. Menurut Al-Jurjani, Al-Qur'an wahyu yang diturunkan kepada rasulullah SAW, yang ditulis dalam mushhaf dan diriwayatkan secara mutawatir ( Berangsur-angsur ).

Adapun menurut kalangan pakar ushul fiqih, fiqih, dan bahasa arab, adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya nilai ibadah, diturunkan secara mutawatir, dan ditulis pada dari surat Al-Fatihah (1), sampai akhir surat An-Nas (114).

Selain dinamakan Al-Qur'an, kitab ini juga dinamakan Al-Furqon merupakan bagian yang ikut wazan fu’lan dari lafal faraqa yang artinya ialah b (fa'il). Nama Al-Qur'an dan Al-Furqon merupakan sebagian nama diantara sekian banyak nama-nama Al-Qur'an yang paling terkenal.

C. Arti Kata Ulumul Qur’an 3

Setelah bahas kata “ ulum dan “ ALqur’an yang terdapat dalam kalimat “ Uluml Qur’an “ yang tersusun secara idhofi, tersusunnya kalimat Ulumul Qur’an secara Idofi mengisyaratkan adanya bermacam-macam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan al Qur’an

Al-Suyuti dalam kitab Itmamu AI-Dirayah memberikan definisi Ulumul Qur'an ialah suatu ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur'an dari segi turun, sanad, adab, dan makna-maknanya, yang berhubungan dengan hukum-hukumnya dan sebagainya.

Menurut Al-Zarqani dalam kitab Manahilul Irfan Fi Ulumil Qur'an, Ulumul Qur'an yaitu pembahasan-pembahasan masalah yang berhubungan dengan Al-Qur'an, dari segi, urut-urutan, pengumpulan, penulisan, bacaan, penafsiran mu’zijat, nasikh dan mansukhya, serta penolakan ( bantahan ) terhadap hal-hal yang bisa menimbulkan confused ( keragu-raguan ) terhadap Al Qur’an ( yabg sering dilancarkan oleh orientaslis dan ateis dengan maksud untuk menodai kesucian al qur’an ) dan sebagainya.

Dari definisi-definisi Ulumul Qur’an bahwa ulumul qur’an adalah suatu ilmu yang lengkap dan mencakup semua ilmu yang ada hubungannya dengan al qur’an, baik berupa ilmu-ilmu bayhaswa arab, misalnya ilmu I’rabil qur’an.

2. Objek Ulumul Qur,an4

Objek Ulumul Qur'an yang sistematis ialah kitab Al-Qur'an dari seluruh segi-segi kitab tersebut. Berbeda dengan objek Ulumul Qur'an yang idhofi. Jadi, jadi objek masing-masing Ulumul Qur'an yang idhofi tersebut ialah Al-Qur'an dari suatu segi dari segi-segi Ulumul Qur'an. Hal ini berbeda dengan objek dan Ulumul Qur'an Bi ma'nal Mudawwan (yang sudah sistematis) seluruh segi kitab suci Al-Qur'an baik dari segi turunnya, atau pembacaan dan penafsiran ayat-ayatnya, maupun dari segi nasikh-mansukh, muhkam-mutasyabih dan lain-lainnya.

Dengan demikian, objek pembahasan Ulumul Qur'an yang idhofi / laqobi itu lebih sempit, karena hanya membicarakan sesuatu segi dari beberapa segi kitab suci al-quran yang banyak sekali.

Para ulama berbeda pendapat mengenai sejauh mana objek pembahasan ulumul Qur,an. Sebagian jumhur yulaman berpendapat, objek pembahasan ulumul
Qur’an yang mencakup berbagai segi kitab al-Qur’an berkisar diantara ilmu-ilmu bahasa arab dan ilmu-ilmu pengetahuan agama islam.

Berkenan dengan persoalan ini, M. Hasbi Ash-Shiddieqy berpendapat bahwa ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur'an terdiri atas enam hal pokok berikut ini :

1. Persoalan turunnya Al-Qur'an (Nuzul Al-Qur'an)
2. Persoalan Sanad (rangkaian para periwyat)
3. Persoalan Qira'at (cara pembacaan Al-Qur'an)
4. Persoalan kata-kata Al-Qur' an
5. Persoalan makna-makna Al-Qur'an yang berkaitan dengan hukum
6.Persoalan makna Al-Qur'an yang berpautan dengan kata-kata Al-Qur'an


3 Sejarah Pertumbuhan Ulumul Qur'an5

A. Ulumul qur'an pada masa nabi dan sahabat

Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya sangat mengetahui makna-makna Al-Qur'an dan ilmu-ilmunya, sebagaimana pengetahuan para ulama sesudahnya. Hal itu disebabkan karena Rasulullah yang menerima wahyu dari sisi Allah SWT, juga mendapatkan rahmat-Nya yang berupa jaminan dari Allah bahwa kalian pasti bisa mengumpulkan wahyu itu ke dalam dada beliau.

Setiap Rasulullah selesai menerima wahyu ayat Al-Qur'an, beliau menyampaikan wahyu itu kepada para sahabatnya. Rasulullah SAW menjelaskan tafsiran-tafsiran ayat Al-Qur'an kepada mereka dengan sabda, perbuatan, dan persetujuan beliau serta dengan akhlak-akhlak dan sifat beliau. Para sahabat dahulu tidak / belum membutuhkan pembukuan Ulumul Qur'an itu adalah karena hal-hal sebagai berikut:


a) Mereka terdiri dari orang-orang Arab murni yang mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain:
- Mempunyai daya hafalan yang kuat
- Mempunyai otak cerdas
- Mempunyai daya tangkap yang sangat tajam
- Mempunyai kemampuan bahasa yang luas terhadap segala macam bentuk ungkapan, baik prosa, puisi, maupun sajak.

b) Kebanyakan mereka terdiri dari orang-orang yang Ummi, tetapi cerdas.
c) Ketika mereka mengalami kesulitan, langsung bertanya kepada Rasulullah SAW.
d) Waktu dulu belum ada alat-alat tulis yang memadai.

B. Perintis dasar ulumul qur'an dan pembukuannya

a) Perintis Dasar Ulumul Qur'an

Setelah periode pertama berlalu, datanglah masa pemerintahan kahlifah Utsman bin Affan. Negara-negara Islam pun telah berkembang luas. Orang-orang Arab murni telah bercampur baur dengan orang-orang asing yang tidak kenal bahasa Arab. Percampuran bangsa dan akulturasi kebudayaan ini menimbulkan kekhawatiran-kekhawatiran. Karena itu, Kholifah Utsman bin Affan memerintahkan
Kaum muslimin agar seluruh ayat-ayat Al-Qur'an yang telah dikumpulkan pada masa Kholifah Abu Bakar itu dikumpulkan lagi dalam satu mushhaf, kemudian di kenal dengan nama Mushhaf Utsman. Dengan usahanya itu, berarti Kholifah Utsman bin Affan telah meletakkan dasar pertama, yang kita namakan Ilmu Rasmil Qur'an atau Rasmil Utsmani.

b) Pembukuan Tafsir Al-Qur'an

Setelah dirintis dasar-dasar Ulumul Qur'an, kemudian datanglah masa pembukuan / penulisan cabang-cabang Ulumul Qur'an. Cita-cita yang pertama kali mereka laksanakan ialah pembukuan Tafsir Al-Qur'an. Sebab, tafsir Al-Qur'an dianggap sebagai induk dari ilmu-ilmu Al-Qur'an yang lain.



1Anwar, Rosihan. 2006. Ulumul Qur’an. Bandung : Pustaka Setia,hlm11


2 Manna Al qattan,Mabahits fi ulum Qur’an,1973 ,hlm 15-16

3 one.indoskripsi.com/category/mata-kuliah/ulumul-quran - 23k -


4 Djalal , Abdul. Ulumul Qur’an. Edisi Lengkap

5 Anwar, Rosihan. 2006. Ulumul Qur’an. Bandung : Pustaka Setia,hlm17